KPPPA Desak UU Penghapusan Kekerasan Seksual Segera Disahkan

Suara.com - Tingginya kasus kekerasan seksual di Indonesia khususnya terhadap perempuan dan anak sudah sangat memprihatinkan. Mirisnya, korban kekerasan seksual yang mayoritas perempuan dan anak akibat dari ketidaksetaraan gender (relasi kuasa yang timpang), tidak hanya mengalami penderitaan fisik dan psikis berupa trauma yang berkepanjangan, namun juga kerusakan organ reproduksi, serta penderitaan luar biasa yang menyebabkan cacat fisik bahkan hingga meninggal dunia.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Vennetia R. Dannes menjelaskan, korban kekerasan seksual yang mengalami penderitaan tentu memerlukan layanan dalam pemenuhan haknya, antara lain yaitu layanan kesehatan, rehabilitasi terhadap korban, reintegrasi sosial, bimbingan konseling, pendampingan dan bantuan hukum, serta perlu diupayakan mendapat kompensasi dan restitusi. Untuk itu Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) harus segera disahkan.

"RUU PKS harus segera disahkan sebagai alat penting yang sangat positif untuk mengatur dan memberikan efek jera bagi pelaku. Mari kita berkomitmen bersama dorong pengesahan UU-PKS,” ungkap Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( KPPPA ), Vennetia R. Dannes dalam sambutannya saat membuka acara Diskusi Publik Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual di Jakarta, Kamis (27/12/2018).

Vennetia menambahkan bahwa Pemerintah telah berupaya keras menindaklanjuti RUU PKS pada 28 April 2017 dalam rapat resmi di Setneg bersama 11 K/L untuk memenuhi 60 hari kerja proses dalam membuat daftar infentarisasi masalah atas RUU PKS. Pada 11 September 2017 daftar tersebut telah disampaikan ke DPR RI atas kesepakatan panitia antar Kementerian.

“Kemen PPPA sangat mendukung upaya DPR RI yang mengusulkan RUU-PKS kepada Menteri Sekretaris Negara pada 6 April 2017 dengan surat Nomor: LG/0621/DPR RI/IV/2017. Selanjutnya pada 2 Juni 2017 Presiden merespon DPR melalui surat nomor R-25/Pres/06/2017 perihal penunjukan wakil pemerintah yaitu Menteri PPPA, Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Menteri PAN dan RB, serta Menkum dan HAM untuk membahas RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, baik secara sendiri mapun bersama-sama,” ujar Vennetia.

Ia menegaskan bahwa nyata yang selama ini dihadapi yaitu pembuktian ilmiah (scientific evidence-based) kasus kekerasan seksual yang dirasa sulit, sehingga RUU PKS diperlukan menjadi alat untuk pencegahan, penanganan dan pemulihan.

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan KPPPA Desak UU Penghapusan Kekerasan Seksual Segera Disahkan : http://bit.ly/2EQhhrt

0 komentar:

Posting Komentar