Dampak Poligami pada Kesehatan Istri yang Dimadu
Peristiwa terakhir adanya pejabat yang diduga melakukan poligami saat menjadi pejabat membuat saya tergelitik untuk mencoba melakukan review dampak poligami bagi kesehatan.
Saya sendiri belum pernah melakukan survei seputar permasalahan ini dan belum mendapatkan penelitian dari Indonesia yang telah dipublikasi secara internasional. Tetapi dalam praktek sehari-hari sebagai seorang dokter ternyata masalah keluarga bisa menjadi pencetus seseorang mengalami gangguan kesehatan.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah ini yang bisa saya kerjakan adalah mencari bukti klinis tentang masalah poligami ini dengan kesehatan. Untuk itu saya melakukan penelusuran melalui ‘PUBMED” salah satu situs ternama yang digunakan secara luas untuk mengetahui penelitian yang telah dikerjakan dan dipublikasi pada berbagai jurnal ternama.
Untuk penelusuran mengenai poligami ini saya menggunakan keyword “Polygamous married”. Surprised! Ternyata ada beberapa penelitian yang melihat dampak poligami pada berbagai permasalahan kesehatan khususnya bagi istri pertama. Saya membatasi diri untuk membuka jurnal terakhir saja dan bentuk artikelnya sebuah artikel penelitian.
Menarik apa yang saya dapati dari penelusuran tentang penelitian seputar praktek poligami tersebut. Ternyata sudah ada penelitian tentang hal ini pada orang-orang yang mengalami poligami di negara-negara Afrika, Asia, terutama negara-negara Arab dan bahkan yang menarik lagi bahwa di era globalisasi ini praktek poligami juga terjadi di Amerika dan Eropa.
Kenapa seseorang pria melakukan poligami? Satu penelitian dari Nigeria melaporkan 5 alasan kenapa seseorang melakukan praktek poligami antara lain ingin memiliki anak yang lebih banyak, meningkatkan prestise dimata teman atau kelompoknya, meningkatkan status dalam masyarakatnya, menambah anggota keluarga untuk melakukan pekerjaan, misal dalam bidang pertanian dan terakhir untuk memuaskan dorongan seksualnya.
Bagaimana dengan di Indonesia? Berbagai alasan yang muncul jika kita tanya kepada teman atau kolega yang melakukan poligami, mereka menjawab untuk menyalurkan keinginan seksualnya dari pada berhubungan dengan wanita tunasusila dan tidak halal, lebih baik menikah lagi dan halal yang penting bisa berlaku “adil”. Saya membatasi diri tidak akan membahas masalah “adil” ini lebih lanjut karena sudah masuk ranah agama.
Gangguan jiwa
Hal yang sering kita dengar dalam perbincangan poligami seputar kita adalah pernyataan “wanita mana yang mau dimadu?” Dan pada akhirnya memang ada juga wanita yang mau dimadu ketika suaminya dengan berbagai alasan minta izin untuk menikah lagi.
Berbagai penelitian yang dilakukan antara lain yang saya baca melaporkan poligami dari Syria, Palestina, Turki, Jordan, Kuwait mendapatkan bahwa istri pertama akan mempunyai masalah psikosial, keluarga dan masalah ekonomi yang lebih besar dibandingan pada wanita dalam perkawinan monogami.
Penelitian yang dilakukan Al-Krenawi pada wanita Syria mendapatkan bahwa wanita yang mengalami poligami mengalami penurunan kepuasan hidup dan kepuasan perkawinan. Para wanita yang mengalami poligami akan mengalami masalah gangguan jiwa yang berdampak juga buat kesehatannya.
Mereka lebih mudah jatuh dalam depresi, gangguan psikosomatik, mudah mengalami kecemasan dan juga bisa mengalami paranoid. Tetapi secara umum fungsi keluarga wanita yang mengalami poligami ternyata tidak ada perbedaan dengan wanita monogami. Penelitian ini dilakukan di Syria dan di publikasi pada World Journal Psychiatry tahun 2013.
Penelitian lain yang dilakukan di Jordania juga mendapatkan hal yang sama bahwa wanita yang mengalami poligami akan merasa rendah diri, menjadi tidak berharga, mengalami gangguan psikosomatik dan gangguan somatisasi. Jika ditanyakan apakah mereka yang mengalami poligami setuju mengalami poligami mereka umumnya setuju berbeda dengan wanita yang monogami mereka tidak setuju untuk dipoligami.
Penelitian di Turki yang juga membandingkan kehidupan wanita yang dipoligami dan monogami mendapatkan bahwa wanita yang dipoligami ternyata lebih mudah mengalami gangguan kejiwaan, lebih mudah mengalami stress dibandingan wanita yang dipoligami. Berbagai penelurusan artikel ilmiah ini mendapatkan bahwa memang akhirnya para istri yang dimadu akan lebih mudah mengalami gangguan kesehatan dibandingkan dengan wanita yang tidak dimadu.
Kadang kala memang wanita memilih untuk dicerai dari pada dimadu tetapi pertanyaannya apakah wanita yang tidak bersuami lebih sehat dibandingan dengan wanita yang perkawinannya tidak memuaskan misal karena dimadu.
Satu survei yang dilakukan oleh Chung dan Kim dari Universitas Yonsei Korea Selatan dan baru saja dipublikasi beberapa hari lalu di Jurnal PlosOne melihat hubungan antara perkawinan dan kepuasan perkawinan dengan kesehatan. Ternyata pasangan yang puas dalam perkawinannya akan lebih sehat dari pada seseorang yang belum menikah.
Tetapi seseorang yang menikah dan tidak puas dengan perkawinannya mempunyai permasalahan kesehatan yang sama dengan orang yang tidak menikah. Hal inilah yang menghasilkan kesimpulkan bahwa kepuasan perkawinan merupakan hal yang penting untuk kesehatan dibandingkan perkawinan itu sendiri. Survei besar ini melibatkan 8.538 orang dari China, Jepang, Taiwan dan Korea dan dipubliksi di jurnal PlosOne bulan Agustus 2014.
Kembali lagi akhirnya menjadi buah simalakama buat seseorang yang dimadu: tetap meneruskan perkawinan dan dimadu atau minta bercerai dari pada dimadu. Keputusan yang diambil sama-sama akan membawa dampak buat kesehatan mereka.
Akhirnya apa yang saya sampaikan ini merupakan hasil penelitian di luar negeri, budaya kita berbeda dengan budaya Asia timur maupun masyarakat Arab. Tentu perlu penelitian dengan responden orang Indonesia untuk menjawab apakah para istri yang dimadu di Indonesia juga mempunyai permasalahan kesehatan yang sama dengan para wanita yang dimadu dari negara lain yang telah saya ungkapkan diatas.
Saya sendiri belum pernah melakukan survei seputar permasalahan ini dan belum mendapatkan penelitian dari Indonesia yang telah dipublikasi secara internasional. Tetapi dalam praktek sehari-hari sebagai seorang dokter ternyata masalah keluarga bisa menjadi pencetus seseorang mengalami gangguan kesehatan.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah ini yang bisa saya kerjakan adalah mencari bukti klinis tentang masalah poligami ini dengan kesehatan. Untuk itu saya melakukan penelusuran melalui ‘PUBMED” salah satu situs ternama yang digunakan secara luas untuk mengetahui penelitian yang telah dikerjakan dan dipublikasi pada berbagai jurnal ternama.
Untuk penelusuran mengenai poligami ini saya menggunakan keyword “Polygamous married”. Surprised! Ternyata ada beberapa penelitian yang melihat dampak poligami pada berbagai permasalahan kesehatan khususnya bagi istri pertama. Saya membatasi diri untuk membuka jurnal terakhir saja dan bentuk artikelnya sebuah artikel penelitian.
Menarik apa yang saya dapati dari penelusuran tentang penelitian seputar praktek poligami tersebut. Ternyata sudah ada penelitian tentang hal ini pada orang-orang yang mengalami poligami di negara-negara Afrika, Asia, terutama negara-negara Arab dan bahkan yang menarik lagi bahwa di era globalisasi ini praktek poligami juga terjadi di Amerika dan Eropa.
Kenapa seseorang pria melakukan poligami? Satu penelitian dari Nigeria melaporkan 5 alasan kenapa seseorang melakukan praktek poligami antara lain ingin memiliki anak yang lebih banyak, meningkatkan prestise dimata teman atau kelompoknya, meningkatkan status dalam masyarakatnya, menambah anggota keluarga untuk melakukan pekerjaan, misal dalam bidang pertanian dan terakhir untuk memuaskan dorongan seksualnya.
Bagaimana dengan di Indonesia? Berbagai alasan yang muncul jika kita tanya kepada teman atau kolega yang melakukan poligami, mereka menjawab untuk menyalurkan keinginan seksualnya dari pada berhubungan dengan wanita tunasusila dan tidak halal, lebih baik menikah lagi dan halal yang penting bisa berlaku “adil”. Saya membatasi diri tidak akan membahas masalah “adil” ini lebih lanjut karena sudah masuk ranah agama.
Gangguan jiwa
Hal yang sering kita dengar dalam perbincangan poligami seputar kita adalah pernyataan “wanita mana yang mau dimadu?” Dan pada akhirnya memang ada juga wanita yang mau dimadu ketika suaminya dengan berbagai alasan minta izin untuk menikah lagi.
Berbagai penelitian yang dilakukan antara lain yang saya baca melaporkan poligami dari Syria, Palestina, Turki, Jordan, Kuwait mendapatkan bahwa istri pertama akan mempunyai masalah psikosial, keluarga dan masalah ekonomi yang lebih besar dibandingan pada wanita dalam perkawinan monogami.
Penelitian yang dilakukan Al-Krenawi pada wanita Syria mendapatkan bahwa wanita yang mengalami poligami mengalami penurunan kepuasan hidup dan kepuasan perkawinan. Para wanita yang mengalami poligami akan mengalami masalah gangguan jiwa yang berdampak juga buat kesehatannya.
Mereka lebih mudah jatuh dalam depresi, gangguan psikosomatik, mudah mengalami kecemasan dan juga bisa mengalami paranoid. Tetapi secara umum fungsi keluarga wanita yang mengalami poligami ternyata tidak ada perbedaan dengan wanita monogami. Penelitian ini dilakukan di Syria dan di publikasi pada World Journal Psychiatry tahun 2013.
Penelitian lain yang dilakukan di Jordania juga mendapatkan hal yang sama bahwa wanita yang mengalami poligami akan merasa rendah diri, menjadi tidak berharga, mengalami gangguan psikosomatik dan gangguan somatisasi. Jika ditanyakan apakah mereka yang mengalami poligami setuju mengalami poligami mereka umumnya setuju berbeda dengan wanita yang monogami mereka tidak setuju untuk dipoligami.
Penelitian di Turki yang juga membandingkan kehidupan wanita yang dipoligami dan monogami mendapatkan bahwa wanita yang dipoligami ternyata lebih mudah mengalami gangguan kejiwaan, lebih mudah mengalami stress dibandingan wanita yang dipoligami. Berbagai penelurusan artikel ilmiah ini mendapatkan bahwa memang akhirnya para istri yang dimadu akan lebih mudah mengalami gangguan kesehatan dibandingkan dengan wanita yang tidak dimadu.
Kadang kala memang wanita memilih untuk dicerai dari pada dimadu tetapi pertanyaannya apakah wanita yang tidak bersuami lebih sehat dibandingan dengan wanita yang perkawinannya tidak memuaskan misal karena dimadu.
Satu survei yang dilakukan oleh Chung dan Kim dari Universitas Yonsei Korea Selatan dan baru saja dipublikasi beberapa hari lalu di Jurnal PlosOne melihat hubungan antara perkawinan dan kepuasan perkawinan dengan kesehatan. Ternyata pasangan yang puas dalam perkawinannya akan lebih sehat dari pada seseorang yang belum menikah.
Tetapi seseorang yang menikah dan tidak puas dengan perkawinannya mempunyai permasalahan kesehatan yang sama dengan orang yang tidak menikah. Hal inilah yang menghasilkan kesimpulkan bahwa kepuasan perkawinan merupakan hal yang penting untuk kesehatan dibandingkan perkawinan itu sendiri. Survei besar ini melibatkan 8.538 orang dari China, Jepang, Taiwan dan Korea dan dipubliksi di jurnal PlosOne bulan Agustus 2014.
Kembali lagi akhirnya menjadi buah simalakama buat seseorang yang dimadu: tetap meneruskan perkawinan dan dimadu atau minta bercerai dari pada dimadu. Keputusan yang diambil sama-sama akan membawa dampak buat kesehatan mereka.
Akhirnya apa yang saya sampaikan ini merupakan hasil penelitian di luar negeri, budaya kita berbeda dengan budaya Asia timur maupun masyarakat Arab. Tentu perlu penelitian dengan responden orang Indonesia untuk menjawab apakah para istri yang dimadu di Indonesia juga mempunyai permasalahan kesehatan yang sama dengan para wanita yang dimadu dari negara lain yang telah saya ungkapkan diatas.
0 komentar:
Posting Komentar